: TAK ADA AIR MATA :

Sunday 30 May 2010
Kenangan Seorang Istri MUJAHID (Tak ada Air Mata)
............ ......... ......... ......... ......... .......
Wanita ini bernama Feryal Ahmed Nemr Zienou…
Dia selalu punya doa….
Menikah dengan seorang Mujahid fii Sabilillah

Dan Alloh SWT, mempunyai cara yang tak pernah bisa di bayangkan oleh kita…

Tapi semua ujung itu, selalu berakhir INDAH…..

Inilah yang terjadi ketika, seorang Lelaki meminangnya….

Ada jejak 13 tahun usia di antara mereka….

Tapi dia tak bisa menolak

Karena bisikan hatinya…
Mengatakan terima..LELAKI ITU…..

Hari-hari demi hari di lalui dalam

Bahtera pengantin baru ini……

Tapi yang selalu menjadi tanda Tanya di benak Feryal

Ia mulai mencium sesuatu yang mengherankan sejak hari pertama pernikahan
Setiap kali pergi shalat subuh berjama’ah di masjid,
Suaminya selalu pulang terlambat,
yaitu ketika matahari sudah sepenggal naik, sekitar waktu dhuha

maka kegundahan selama ini di pendam

tentang tingkah laku suaminya, akhirnya tumpah juga
pas..ketika suaminya pulang ia menanyakan itu…..
Maka dijelaskanlah oleh Suaminya,
bahwa sesudah shalat shubuh ia bertugas keliling membina para pemuda di berbagai tempat,
baik pembinaan ruhiyah, keilmuan, maupun kemiliteran.

Betapa gembiranya Feryal mendengar penjelasan itu.

Pengantin baru yang usianya lebih muda 13 tahun dari suaminya itu…
merasa Allah mengabulkan doanya selama ini, agar dinikahkan dengan seorang Mujahid.

Namun rahasia itu tetap terjaga rapat diantara mereka berdua.


Baru setahun kemudian, keluarga Feryal pelan-pelan mengetahui kenyataan bahwa Suaminya seorang Mujahid dengan amanah yang penting


Terbukanya rahasia itu adalah ketika pada tahun 1992,

Suaminya ikut ditangkap dan dibuang selama setahun oleh Zionis Israel ke Marj Az-Zuhur, sebuah perbukitan tak bertuan di perbatasan Lebanon dan Palestina, bersama 413 orang pemimpin Jihad lainnya seperti Dr. Abdul Aziz Ar-Rantisi.

Selama setahun mereka tinggal di tenda-tenda darurat di lereng-lereng bukit.

Musim dingin berselimutkan salju belasan derajat di bawah nol, musim panas dipanggang matahari.

Sejak Feryal mengetahui kedudukan suaminya sebagai komandan Jihad,

setiap hari, usai shalat fardhu sampai syahidnya Suaminya 13 tahun kemudian, atas permintaan suaminya itu,

Feryal mendoakan agar suaminya dianugerahi Allah mati syahid di Jalan Allah…


Bagi Feryal, Suaminya adalah seorang suami, sahabat, sekaligus ayah bagi anak-anaknya

yang selalu jujur dan ikhlas. “Berat,” demikian kata Feryal, ketika ditanya bagaimana perasaannya setiap kali berdoa agar suaminya mati syahid, “
tapi di saat yang sama saya yakin Allah akan mengganti cinta yang saya persembahkan kepada-Nya ini dengan sesuatu yang lebih hebat.” Janji-janji Allah untuk kemuliaan syahid seakan-akan nampak nyata di depan matanya saat berdoa. …..

Namun ada dua kenangan manis sebelum Suaminya menjemput syahid, yang selalu membuatnya bangkit lagi semangatnya.


Yang pertama, kira-kira satu bulan sebelum syahidnya ‘Suaminya, mereka bekunjung ke rumah seorang sahabat dalam sebuah acara silaturrahim.


Sebagaimana seharusnya, Feryal bercengkerama dengan teman-temannya sesama Muslimah di sebuah ruangan, dan Suaminya dengan teman-teman Muslimnya di ruangan lain.


Dalam suatu kesempatan, Feryal berjalan melewati pintu ruangan laki-laki dan sekelebat menyaksikan pemandangan yang tak akan pernah dilupakannya seumur hidup. Dia melihat di kening suaminya tertulis kata-kata dalam khat Arab, “Asy-Syahid” (Sang Syahid).


Tatkala penglihatannya itu ia sampaikan kepada Suaminya dalam perjalanan pulang, serta-merta suaminya meminggirkan mobil yang sedang dikemudikannya, lalu turun dan berdiri di samping mobilnya, menengadahkan tangannya seraya berdoa, “Ya Allah, taqdirkanlah penglihatan istriku itu atas diriku.”


“Kalau kamu syahid, kami bagaimana?” kata Feryal…

Dijawab oleh Suaminya “Ada Allah, dan Allah lebih baik dari saya.”

Peristiwa kedua yang tak akan pernah dilupakannya, terjadi hanya beberapa menit sebelum syahidnya sang Kekasih.


Hari itu Ahad, 26 September 2004. Jarum jam menunjukkan angka sebelas dan matahari di penghujung musim panas masih menyiram hangat kawasan Mydan di jantung kota Damaskus


Feryal tengah sibuk menyiapkan sarapan bagi suaminya yang akan berangkat kerja. Tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk. Seorang perempuan, tetangga, mampir membicarakan hal-hal remeh, tapi di ujung pembicaraan yang hanya sebentar itu, si Tetangga bertanya,


“Saudariku, kamu habis menyemprotkan parfum apa sih? Dari tadi kami mencium baunya wangi sekali, tercium sampai ke rumah kami...”


Feryal memang selalu mengusapkan wewangian

sebelum suaminya berangkat dari rumah, tetapi pagi itu dia ingat betul belum melakukannya. Ia sama sekali tidak berpikir bahwa wewangian itu adalah sambutan bagi syahidnya sang Suami beberapa menit kemudian.
Sesudah tetangga itu berlalu, Feryal kembali menyiapkan meja makan. Sarapan khas negeri Syam, khubz (roti lebar), minyak zaitun, za’thar (serbuk rempah-rempah dan biji wijen), humus (selai kacang berbumbu), keju dan secangkir teh kental manis.

Suaminya hampir tidak menyentuh makanan, lalu berkata bahwa dia sedang terburu-buru sambil minta tolong diambilkan paspor, untuk mengurus perjalanan umrahnya.


Suaminya pergi. Pintu rumah ditutup. Kurang lebih dua menit berlalu, ketika tiba-tiba Feryal mendengar suara ledakan keras. Dinding apartemennya bergetar. Dinding ruang kelas sekolah kedua anaknya yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya juga bergetar.


Anak-anak mereka, Hiba, waktu itu berusia 10 tahun, dan Muhammad, waktu itu berusia 7 tahun, keduanya mengaku mendengar ledakan itu dari sekolahnya. Hadil baru berusia 2,5 tahun bersama ibunya di rumah…


Di dada Feryal langsung berdesir, “Pasti itu Suaminya...” Ia berlari ke jendela apartemen yang terletak di lantai empat, sejurus disingkapnya tirai, disaksikannya jip Pajero berwarna silver tahun 1995 milik suaminya sudah hancur dan masih mengobarkan api.


Tidak Menangis


Ibu tiga anak berusia 29 tahun itu tidak menangis. Ia segera mengenakan hijabnya dan berpakaian serapi mungkin menutup aurat, sebelum kemudian meluncur turun ke tempat kejadian. Setelah memastikan bahwa suaminya telah syahid, Feryal naik lagi ke atas, menelepon istri seorang pemimpin Hamas, Dr Musa Abu Marzuq, Wakil Kepala Biro Politik. Setelah memberi kabar tentang apa yang terjadi atas suaminya dan menjelaskan lokasi rumah mereka, Feryal mematikan telepon….


Kemudian ia berwudhu dan melaksanakan shalat dua raka’at. Ia memanjatkan doa agar syahid suaminya diterima oleh Allah dan bersyukur Allah telah memilih suaminya sebagai salah satu lelaki terbaik….


Ketika ditanya, apa yang dirasakannya saat itu, Feryal menjawab dengan tersenyum, “Hati saya seperti diiris-iris, sakit, tetapi pada saat yang sama saya merasa sangat berbahagia karena doa saya setiap hari dikabulkan oleh Allah.”


Seorang saksi mata belakangan mengatakan, Suaminya sempat memundurkan mobil itu sebelum meledak. Para penyeledik Hamas mengatakan, diduga kuat mobil itu diledakkan dengan bom yang menggunakan remote control.


Seselesainya dari shalat, Feryal menyiapkan diri dan rumahnya untuk kedatangan para tamu yang sebentar lagi pasti akan ramai. Banyak diantara yang kemudian datang menangis. Bahkan salah seorang teman perempuannya menangis sampai jatuh-jatuh. “Saya bilang kepada mereka, jangan menangis, saya tidak menangis karena ini keberuntungan saya dan keluarga saya,” katanya.


Ketika menerima salam dari ratusan tamu itu, Feryal membayangkan malam-malam yang selalu dilewatinya bersama Suaminya, sepanjang 13 tahun pernikahannya. Sebelum tidur, keduanya selalu saling pandang dan saling bertanya, “Apakah kamu ridha kepada saya?” Keduanya sama-sama saling mengiyakan…


Keridhaan itu kini membias pada ketiga anaknya. menemui keluarga ini di rumah mereka dan meminta mereka bercerita satu per satu tentang kenangan mereka akan ayahnya. Tidak ada air mata. Tidak ada sesenggukan. Tidak ada wajah muram. Yang ada senyum bangga dan wajah yang berbinar penuh keberanian.


“Terkadang,” kata Feryal, “anak-anaknya mengatakan, ‘seandainya ayah bersama kita...’ terutama saat berbuka puasa Ramadhan... Tapi saya bilang, ayah selalu bersama kita, bahkan syahidnya ayah memastikan kita akan selalu bersama ayah dalam keadaan yang lebih baik dari keadaan kita saat ini...” Anak-anak itu tersenyum mendengar penuturan ibunya….


Bahkan di sepanjang pertemuan dengan, anak-anak itu selalu tersenyum, seperti anak-anak yang menerima hadiah sangat istimewa yang tiada habis-habisnya….


Lelaki Sholeh itu…

Lelaki yang mendapat anugrah syahid itu
Lelaki suami Feryal Ahmed Nemr Zienou…
Ialah….
Akhi ‘Izzuddin Khalil
Orang no 1 pada ring pengawalan terhadap Syaikh Ahmad Yasin…..
Orang yang di minta oleh Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin
Untuk di bunuh……

Tapi Alloh menutup kisah hidupnya

Dengan amat Mulia
Syahid…..

)I(hamzah)I(


Barakallahu Ummu Hiba....

By:Hamzah Al Mubarok
 
Allahu a'lam

0 comments:

Post a Comment